Wednesday 15 October 2014

Suku Tengger dan Terbentuknya Masyarakat Pertanian (Studi Kasus Sejarah Terbentuknya Desa Tosari kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan)





ABSTRAK
Desa Tosari merupakan Desa yang berada di Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan. Kecamatan Tosari sendiri memiliki 8 desa di antaranya adalah desa Tosari, desa Wonokitri, desa Sedayeng, desa Balidono, desa Ngadiwono, desa Podokoyo, Desa Kandangan dan desa Mororejo. Desa Tosari adalah Desa tertua di Kecamatan Tosari. Bukti bahwa Desa Tosari merupakan Desa tertua adalah adanya bukti Jimat Klontongan. Jimat Klontongan berisi baju Antakusuma, dimana jimat tersebut disimpan oleh Dukun di Desa Tosari. Selain Jimat Klontongan, bukti bahwa Desa Tosari merupakan Desa tertua di Kecamatan Tosari adalah perayaan Karo yang sudah dilaksanakan 1181x. Desa Tosari dihuni oleh masyarakat Suku Tengger asli dan ada juga pendatang-pendatang baru yang tinggal di Desa Tosari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif etnografi yaitu upaya mencari kebenaran sesuai dengan data yang didapat di lapangan.


Key words: suku tengger, kebudayaan, desa dan pertanian.

Pendahuluan
Konsep yang tercakup dalam istilah suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan jati diri mereka akan kesatuan dari kebudayaan mereka, sehingga kesatuan kebudayaan tidak di tentukan oleh orang luar, melainkan oleh warga kebudayaan yang bersangkutan itu sendiri( Koentjoroningrat, 1966:166 dalam Departemen Pendidikan Nasional, 2000: ).
(Departemen Pendidikan Nasioanl, 2000:27) Kebudayaan setiap suku bangsa dapat dipelajari dari tiga wujud kebudayaan yang terdiri atas:
  1. wujud gagasan
  2. wujud perilaku berpola
  3. kebudayaan fisik
Wujud yang pertama adalah wujud yang paling abstrak karena sebagai suatu himpunan gagasan, suatu kebudayaan yang tidak dapat dilihat atau dinikmati. Lokasinya dalah kepala dan pemikiran tiap bangsa penduukung kebudayaan bersangkutan yang mereka bawa kemanapun mereka pergi. Secara teknis, kebudayaan dalm wujud himpunan gagasan ini disebut dengan sistem budaya. Adapun wujud kedua adalah wujud yang paling konkrit sebagai perilaku yang berpola dari manusia-manusia yang berinteraksi dalam suatu masyarakat. Secara teknis kebudayaan dalam wujud perilaku berpola ini disebut sistem sosial. Sedangkan wujud ketiga dari kebudayaan adalah wujud yang paling konkrit dan nyata sehingga secara teknis kebudayaan dalam wujud kumpulan benda dan artefak ini disebut dengan kebudayaan fisik.
Kebudayaan dalam wujud yang pertama sering juga disebut covert culture atau unsur-unsur kebudayaan yang tidak tampak. Unsur-unsur ini sulit di ubah dan diganti karena himpunan gagasan ini telah dipelajari dan diinternalisasi oleh seseorang pada usia yang sangat dini, sewaktu proses sosialisasi baru dimulai. Sedangkan kebudayaan dalm wujud kedua disebut overt culture atau unsur-unsur kebudayaan yang tampak. Unsur-unsur ini biasanya lebih mudah atau lebih cepat berubah atau di ubah. Sementara itu wujud kebudayaan yang ketiga disebut overt culture atau unsur-unsur kebudayaan yang tampak, karena merupakan wujud yang paling pertama dilihat oleh orang asing.
Dengan memahami adanya tiga wujud kebudayaan ini pemahaman kita terhadap kebudayaan dari suku bangsa bisa lebih memadai sehingga terhindar dari penilaian tentang kebudayaan suatu suku bangsa. Penilaian bisa keliru dapat terhjadi jika kita hanya memperjatikan kebudayaan yang tampak dari suatu suku bangsa. Dengan demikian adakalanya kita menilai kebudayaan suatu suku bangsa telah berubah atau berbeda dengan kebudayaan aslinya hanya karena ada perubahan dalam wujud kebudayaanyang tampak, misalnya terjadi perubahan pada sistem sosial atau kebudayaan fisik. Padahal kalau ditinjau lebih jauh kebudayaan suku bangsa tersebut tidak berubah atau masih sama seperti aslinya.
Kebudayaan adalah perangkat peraturan dan tata cara, bersama dengan seperangkat gagasan dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan hidup masyarakat (Horton dan Hunt, terjemahan, 1987: 59 dalam Rahardjo, 1999:64), sedangkan menurut (Koentjoroningrat 1990:186 dalam Departemen Pendidikan Nasioanl, 2000:27 ) membedakan wujud kebudayaan menjadi tiga bagian, yaitu:
  1. wujud kebudayaan sebagai satu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan
  2. wujud kebudayaan sebagi satu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
  3. wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
(Rahardjo, 1999:28) Desa secara umum diartikan sebagai suatu gejala yang bersifat universal, terdapat dimanapun didunia ini. Sebagai suatu komunitas kecil, yang terikat pada lokalisasi tertentu baik sebagai tempat tinggal ( secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, dan terutama bagi yang tergantung pada pertanian. Pengertian Desa secara umum sering dikaitkan dengan pertanian, menurut (Egon E Bergel 1955:121 dalam Rahardjo, 1999:29) misalnya mendefinisikan desa sebagai setiap pemukiman para petani (peasant).
Sedangkan menurut (Paul H Landis 1948:12-13 dalam Rahardjo, 1999:30) Definisi desa dapat dipilah menjadi tiga, tergantung pada tujuan analisa. Untuk tujuan analisa statistik desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya kurang dari 2500 orang. Untuk tujuan analisa sosial-psikologik desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya memiliki hubungan yang akrab dan serba informal diantara sesama warganya. Sedangkan untuk tujuan analisa ekonomik, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya tergantung pada pertanian.
Pertanian memang merupakan karakteristik pokok dari umumya didesa-desa disunia ini. Dilihat dari eksistensinya desa merupakan fenomena yang muncul dengan mulai dikenalnya cocok tanam disunia ini. Denagn mengingat pentingnya faktor pertanian bagi keberadaan desa, maka dapat dipahami bahwa kebanyakan batasan sosiologi pedesaan selalu berkisar pada aspek pertanian.
Penelitian ini dilakukan di desa Tosari, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan. Peneliti mencoba untuk menggambarkan sejarah Desa Tosari dan terbentuknya masyarakat pertanian Tengger di Desa Tosari. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan metode etnografi. Peneliti berupaya mencari kebenaran sesuai dengan data dilapangan. Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan cara: observasi partisipan, wawancara secara mendalam dan dokumentasi.
Asal mula Suku Tengger
Asal mula suku tengger itu sendiri masih simpang siur, ada yang mengatakan dari kerajaan majapahit, kerajaan kediri, kerajaan singosari, kerajaan ponorogo, dan yang terakhir adalah kerajaan mataram kuno. Menurut Comandan Company VOC Belanda Andrian Van Ric pada tahun 1785 tokoh utama Tengger adalah Kiyai Dodo Putih. Menurut Thomas Tamford pada tahun 1817 tokoh utama Tengger adalah Kiyai Dodo Putih. Menurut Kihauanpayer pada tahun 1940 Kiyai Dodo Putih dan Nyai Kusumah merupakan moyang Tengger.
Namun dari beberapa pernyataan tersebut ada salah satu bukti paling kuat yaitu Prasasti di Penanja’an pada tahun 851 Saka atau 1929 Masehi Desa Walandit sudah dihuni oleh masyarakat, dan masyarakat tersebut diberi nama Hulun-Hulun Ning Hyang yang artinya adalah masyarakat yang patuh dan taat pada Sang Hyang dan Raja. Masyarakat tersebut juga disebut dengan hola-hola yag artinya adalah masyarakat yang masih lugu. Menurut penuturan Mbah Siddiq 1 selaku sesepuh Desa Tosari beliau mengatakan bahwa:
Di penanja’an Bromo terdapat Prasati dengan tulisan “Pada tahun 815 SAKA atau 1929 Masehi Desa Walandit sudah dihuni oleh masyarakat, dan masyarakat itu disebut dengan masyarakat hulun-hulu ning hyang atau masyarakat yang taat dan patuh pada Sang Hyang dan Raja. Masyarakat yang bebas dari pajak, akan tetapi diberi tugas untuk mendoakan keselamatan kerajaan”.

Begitulah asal mula terbentuknya Suku Tengger. Dan dipercayai nenek moyang Tengger adalah Wayah Giri Kusumo dan Niburing Mbok Wulanjar. Yang asal nenek moyang tersebut adalah dari Kerajaan Mataram Kuno karena bahasa yang digunakan oleh masyarakat Tengger sama dengan bahasa kerajaan mataram kuno.

Kebudayaan Suku Tengger
Suku Tengger yang mempunyai adat-istiadat Karo dan Kasada yang selalu diperingati setiap tahunnya dan Unan-Unan yang diperingati setiap 1 windu atau 8 tahun sekali. Menurut mbah Siddiq salah satu sesepuh di Desa Tosari, Karo merupakan asal mula sesuatu di dunia ini. Karo bukan peringatan ataupun hari raya, tetapi dengan adanya karo diharapkan generasi dari Suku Tengger itu sendiri mampu untuk terus melestarikan budaya yang turun temurun dilaksanakan, karo itu sendiri meneliti, mentelaah tentang ajarannya dengan cara melestarikan adat istiadat leluhur yang sejak dulu.
Pembukaan Karo selalu dilaksanakan di desa Tosari karena Desa Tosari merupakan Desa tertua dari ketujuh desa yang ada di Kecamatan Tosari dan leluhur pertama kali datang di desa Tosari yang dulunya diberi nama Kertosari. Dengan bukti adanya Pusaka Tengger yaitu Jimat Klontongan( kendang dengan isi baju klontongan manusia pada zaman dahulu).
Pada ritual Karo semua ikut berpartisipasi, dari yang tua sampai yang muda, diikuti dengan pemilihan kemanten sodor( penari sodor). Pemilihan tersebut merupakan penyeleksian siapa yang pantas dan layak untuk menjadi penari karo. Disebut layak apabila benar-benar bisa melakukan sodoran dengan baik. Pada perayaan Karo tersebut dihadiri juga oleh Bupati serta petinggi-petinggi.
Sodor terbuat dari bambu wuluh dengan didalamnya ada biji-bijian dengan gambaran kumpulnya atau bertemunya ibu dan bapak dengan bibit dari bapak. Dalam ritual Karo tersebut terdapat sesajen yang terdiri dari 24 takir yang terdiri dari jadah, pasung, pipis, jenang. Jadah itu melambangkan jabang bayi, pasung melambangkan sujud, pipis melambangkan kelahiran, dan jennag melambangkan bapak dan ibu bertemu.dan ada satu lagi sajen dari keduapuluh empat itu tapi memakai uang receh kuno yang disebut dengan satak. Pada tahun 2010 Karo sudah diperingati 1181x. bukti ini diperkuat oleh pernyataan Mbah Siddiq2 selaku sesepuh Desa Tosari, yaitu:
Pada tahun 2010 Karo sudah di peringati 1181x, setiap tahun masyarakat Suku Tengger selalu melaksanakan peringatan Karo untuk melestarikan budaya dari nenek moyang Suku Tengger. Itu artinya nenek moyang Suku Tengger sudah ada sejak lama”. Perayaan Karo diikuti oleh seluruh warga Tosari khususnya Suku Tengger, mulai yang muda sampai yang tua”.

Perayaan Karo wajib diikuti oleh seluruh warga tanpa pengecualiaan, kalau ada salah satu warga yang tidak mengikuti kebudayaan tersebut maka akan mendapatkan sanksi sosial dari warga yang lain. Karena kebudayaan Karo wajib untuk dilestarikan sebagai warisan nenek moyang Suku Tengger.
Karo sangat berhubungan erat dengan Kasada, Kasada yang identik dengan legenda Roro Jonggreng dan Joko Seger yang memiliki 25 anak tetapi anak bungsunya hilang konon katanya hilang di kawah Bromo dan setiap tahunnya meminta kepada saudara-sudaranya untuk selalu menjenguknya.
Sesajen-sesajen tersebut harus lengkap dan tidak boleh ada yang kurang atau salah. Dan yang berkewajiban meneliti kelengkapan tersebut adalah dukun(pemangku adat). Apabila ada yang kurang lengkap dari sesajen atau ritual tersebut maka yang menanggung resiko adalah Pak Dukun. Upacara Karo diperingati pada bulan kedua kalender Tengger. Dan peringatan tersebut dilaksanakan selama 14hari.
Kasada adalah ritual serta peringatan setiap satu tahun sekali, dan peringatan tersebut dilaksanakan pada bulan 11 kalender Tengger ketika bulan purnama. Kasada sendiri mempunyai legenda yaitu tentang Roro Jonggreng dan Joko Seger yang bertahun-tahun menikah akan tetapi tidak mempunyai anak, sehingga merekapun bertapa di dekat kawah merapi dan meminta untuk dikarunia anak. Permohonanpun didengar oleh Sang gaib dengan syarat anak terakhir harus di serahkan kembali pada Sang Ghaib.
Suku Tengger selalu melaksanakan ritual tersebut agar selalu mengingat sejarah nenek moyang mereka serta memohon agar di jauhkan dari mara bahaya dan doa khusus terutama adalah bersyukur pada Sang Pencipta atas apa yang telah di beri selama setahun tersebut dan di mudahkan dan di lancarkan rejekinya. Adapun sesajen yang diberikan saat melaksanakan ritual kasada adalah hasil bumi, yaitu palawija, hewan-hewan ternak, serta uang. Dan kesemuanya itu merupakan hasil yang diperoleh oleh masyarakat selama setahun.
Sesajen yang di berikan oleh masyarakat tersebut tergantung pada profesi masing-masing, apabila yang berprofesi sebagai petani maka memberikan hasil dari pertanian, dan yang berprofesi sebagai peternak maka menyerahkan hewan ternaknya, dan yang berprofesi sebagai wiraswasta menyerahkan uang. Dan sesajen khusus adalah sesajen yang disiapkan oleh dukun adat. Dukun adat bertindak sebagai pemimpin ritual, dan ketika berada di kawah dukun tersebut membuktikan kebenaran jimat junggring mekakat saloka, dan dalam ritual tersebut nantinya akan di adakan pertarungan antar dukun untuk memperebutkan jabatan sebagai dukun dari Suku Tengger.

Suku Tengger disini mempunyai pedoman hidup yang disebut dengan Panca Lima Duwur Witutur3 yaitu:
  • Berbakti pada Tuhan/ Sang Pencipta, yaitu dengan cara selalu beribadah serta menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannnya. Manusia tidak luput dari kesalahan yang mengakibatkannya pada dosa, oleh sebab itu manusia harus pandai-pandai menjaga segala perbuatannya agar terhindar dari dosa, yaitu dengan cara selalu beribadah pada Sang Pencipta. Karena selain menjuhkan diri dari perbuatan tercela, berbakti pada Sang Pencipta juga merupakan wujud syukur telah di beri kesehatan, rejeki, dll.
  • Berbakti pada orang tua, orang tua merupakan guru bagi anak-anaknya. Orang tualah yang mendidik dan mengajari anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab iru seorang anak harus berbakti pada orang tua, yaitu dengan cara menuruti segala nasehat orang tua. Dan tidak melawan atau memberontak pada orang tua.
  • Berbakti pada saudara, tetangga, sahabat. Lingkungan disekitar kita sangat mempengaruhi segala aktifitas kita, dan dalam lingkungan tersebut terdapat orang-orang terdekat kita, yaitu saudara, tetangga, sahabat. Sebagai mahluk sosial hendaknya kita semua harus hidup rukun dan saling tolong menolong.
  • Suami istri berusaha agar selalu bersedekah, karena dengan bersedekah semakin mendekatkan diri kita terhadap Sang Pencipta. Dan menjadikan kita pribadi yang baik karena menolong sesama yang sedang membutuhkan bantuan kita. Sedekah juga di percayai sebagai penolak balak agar terhindar dari marabahaya.
  • Dan yang terakhir adalah ingat akan mati. Manusia tidak selamanya hidup di dunia ini, pada saatnya nanti manusia pasti akan mati dan kembali pada alam kekal. Oleh sebab itu manusia harus berbuat baik dengan cara rajin beribadah serta baik pada sesama. Sangat luhur sekali pedoman hidup Suku Tengger.

Sejarah Ringkas Asal mula terjadinya desa Tosari
Desa Tosari merupakan salah satu desa di kecamatan Tosari yang memiliki 8 desa di antaranya adalah Desa Tosari, Desa Wonokitri, Desa Sedayeng, Desa Balidono, Desa Ngadiwono, Desa podokoyo, Desa Kandangan dan Desa Mororejo. Desa tosari merupakan desa tertua dari keenam desa tersebut. Desa Tosari tergolong unik, karena Desa tersebut memiliki masyarakat yang masih kental dengan adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari. Dan masyarakat di Desa Tosari adalah sebagian merupakan Suku Tengger, suku Tengger merupakan Suku yang berada di sekitar Gunung Bromo. Gunung Bromo sendiri berada diantara Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Probolinggo. Suku tengger memilik ciri khas yaitu pada adat istiadatnya yang disebut dengan Karo dan Kasada.
Berbicara tentang Asal-usul Desa Tosari tidak bisa lepas dari sejarah/legenda Tengger, karena memang pada dasarnya Desa Tosari Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan berada di daerah Pegunungan Tengger. Pada zaman dahulu ada sebuah hutan yang ada di Daerah Tengger, hutan tersebut sangat lebat, kemudian ada di salah seorang pendatang yang bernama Kiweryosari yang ingin membuka atau membabat hutan tersebut dengan tujuan untuk dijadikan pemukiman dan tempat tinggal. Kemudian penduduk daerah setempat mengetahui ada sebuah mata air (sungai) yang sangat jernih, yang tentunya sungai tersebut sangat berguna bagi penduduk di sekitarnya untuk pertanian.
Akhirnya dengan keadaan yang demikian, tempat itu oleh penduduk disebut dengan istilah “Tuyokoyo” yang artinya air yang dapat menghasilkan kekayaan, karena nama tersebut dirasa kurang sesuai kemudian dirubah menjadi “Tuyosari” yang maksudnya : Air yang mempunyai nilai yang sangat tinggi. Kemudian nama “Tuyosari” diubah menjadi “Tosari”. Seperti yang dituturkan oleh salah satu warga Desa Tosari yaitu P.Subin Asmoro4:
Pendatang baru ning Tosari iku jenengi Kiweryosari babat alas lan didadekne tempat tinggal gae anak cucu. Masyarakat nyebut Deso Tosari iku ambi istilah TUYOKOYO yen dikelola bakal datangne duek. Jeneng Tuyokoyo berubah dadi Tuyosari yen saiki di sebut Tosari” ( pendatang baru di Desa Tosari tu bernama Kiweryosari yang membabat hutan untuk dijadikan sebgai tempat tinggal anak cucu. Masyarakat menyebut Desa Tosari dengan istilah Tuyokoyo atau kaya kan mata air dan apabila dikelola kan menghasilkan uang. Nama Tuyokoyo berubah menjadi Tuyosari dan sekarang disebut dengan Tosari)”.

Begitulah sejarah ringkas asal mula nama Desa Tosari. Desa Tosari merupakan salah satu Desa tertua dari 8 desa yang ada di Kecamatan Tosari. Bukti kuat yang menjadi sumber bahwa Desa Tosari adalah Desa tertua adalah adanya Jimat Klontongan yang berisi baju Antakusuma yang disimpan oleh Dukun di Desa Tosari. Jimat Klontongan ini mempunyai nilai yang sangat bermakna bagi Suku Tengger sehingga tidak boleh sembarangan disimpan oleh warga biasa. Jimat Klontogan ini merupakan salah satu warisan nenek moyang Tengger. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Subin5 :

Deso Tosari iku Deso sing paling tua diantara deso-deso lain sing ana ning Kecamatan Tosari, buktine yaiku jimat klontongan sing disimpan oleh Dukun Tengger sing ana ning Desa Tosari, jimat klontingan iku isine klambine Antakusuma ( Desa Tosari merupakan Desa tertua diantara desa-desa lainnya yang berda di Kecamatan Tosari, buktinya yaitu jimat klontongan yang disimpan oleh Dukun Ten gger yang ada di Desa Tosari, jimat klontongan itu berisi baju Antakusuma)”.


Bukti lain bahwa Desa Tosari adalah Desa tertua yang ada di Kecamatan Tosari adalah perayaan Karo yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali dan Desa Tosari dijadikan sebagai tuan rumah dalam pelaksaan perayaan Karo tersebut. Pada tahun 2010 diemukan bahwa perayaan Karo sudah dilaksanakan 1181x. itu artinya Desa Tosari berdiri sejak lama. Seperti yang diungkapkan oleh Mbah Siddiq6:

Desa Tosari itu Desa tertua dari delapan desa yang ada di Kecamatan Tosari. Bukti bahwa Desa Tosari adalah desa tertua yaitu setiap perayaan Karo Desa Tosari selalu menjadi tuan rumah. Dan pada tahun 2010 ditemukan bahwasanya Karo sudah dilaksanakan 1181x. itu artinya Desa Tosari sudah berdiri sejak lama dan dihuni oleh nenek moyang Suku Tengger”.

Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan penduduk Desa Tosari yang semula dihuni oleh beberapa orang, semakain hari semakin bertambah penghuninya dan akhirnya terbentuklah suatu kemunitas/masyarakat, sehingga muncul ide-ide bahwa dengan semakin banyaknya masyarakat perlu adanya pemimpin (Kepolo) atau pengurus (Pemerintahan) yang bisa mengatur dan mengendalikan masyarakat tersebut agar dapat mencapai kehidupan yang layak dan aman.
Tokoh-Tokoh yang pernah menjabat sebagai Pimpinan/Kepala Desa adalah sebagai berikut :
1. Bapak Brahim menjabat pada tahun 1920 s/d 1924
2. Bapak Kerto Sastro Pani menjabat pada tahun 1925 s/d 1927
3. Bapak Joyodiwiryo menjabat pada tahun 1928 s/d 1932
4. Bapak Kadar menjabat pada tahun 1933 s/d 1934
5. Bapak Prastowo menjabat pada tahun 1935 s/d 1940
6. Bapak Pingik menjabat pada tahun 1941 s/d 1942
7. Bapak Katarik menjabat pada tahun 1943 s/d 1944
8. Dijabat oleh Sekretaris Desa (Carik)………….. pada tahun 1945 s/d 1949.
9. Bapak Katarik diangkat kembali pada tahun 1950 s/d 1975
10. Bapak Sugiharto menjabat pada tahun 1976 s/d 1979
11. Bapak Marsikan Atmorejo menjabat pada tahun 1980 s/d 1999
12. Bapak Achmad Subur S.H menjabat pada tahun 2000 s/d 2003
13. Bapak H. Iskandar menjabat pada tahun 2004 s/d Sekarang.
Pemimpin Suku Tengger ada dua, yaitu pemimpin formal dan pemimpin informal. Pemimpin formal yaitu Kepala Desa yang memimpin pemerintahan Desa, dan pemimpin informal yaitu Kepala Adat (Dukun Tengger). Pada zaman dahulu petinggi yang menjadi pemimpin disebut dengan “ Kie” dan setelah masuknya Belanda di Tosari nama pemimpin berubah menjadi “Aris”. Dan sekarang Kepala Desa di panggil dengan sebutan “Bapak Inggih”. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Subin Asmoro7:
Sakdurunge zaman Londo, namane petinggi iku “Kie” lan sakwise Belanda berubah dadi “Aris”. Jenenge “Kie” iku njupuk saka jenenge Kieweryosari pendatang pertama ning Deso Tosari”( sebelum zaman Belanda nama petinggi dipanggil dengan sebutan “Kie” dan setelah masuknya Belanda berubah menjadi “Aris”. Nama “Kie” mengambil dari nama Kiweryosari pendatang pertama di Desa Tosari).”
Jadi nama petinggi pada zaman dahulu mengambil dari nama Kiweryosari yaitu pendatang pertama di Desa Tosari. Seiring dengan perkembangan zaman nama-nama petinggi berubah.

Gambaran umum Desa Tosari

Desa Tosari terletak kurang lebih sekitar 1.800. km dari permukaan air laut dengan suhu kurang lebih 18 c dengan curah hujan rata-rata 2.200 mm/th, sedangkan jarak yang harus ditempuh dari Kabupaten Pasuruan adalah 50 Km dengan jalan yang beliku-liku dan bekelok-kelok.
Luas wilayah Desa Tosari.
Secara administratif Desa Tosari mempunyai Luas Wilayah Kurang lebih : 486,378 Ha, yang terdiri dari :
- Tanah Sawah dan Ladang : 414.603 Ha;
- Pemukiman / Perumahan : 40.227 Ha;
- Lain-lain (Hutan,sungai,Kuburan/makam,jalan) : 31.548 Ha.
Sedangkan Wilayah Desa Tosari dibagi dalam 6 (enam) Dusun yaitu :
- Dusun Wonomerto;- Dusun Ledoksari ;
- Dusun Tosari ;- Dusun Tlogosari ;
- Dusun Kertoanom dan- Dusun Wonopolo.
Dengan batas-batas Wilayah Desa adalah :
- Sebelah Utara : Desa Baledono Kecamatan Tosari ;
- Sebelah Timur : Desa Wonokitri Kecamatan Tosari ;
- Sebelah Selatan : Desa Podokoyo Kecamatan Tosari ;
- Sebelah Barat : Desa Ngadiwono Kecamatan Tosari .

Sejarah Ringkas Terbentuknya Masyarakat Pertanian

Mayoritas masyarakat Tengger di desa Tosari berprofesi sebagai petani, awal mula terbentuknya masyarakat pertanian disini adalah ketika Belanda masuk di Desa Tosari pada tahun 1785 dimana orang-orang belanda tersebut makanan pokoknya adalah kentang gubis, dan sayur-mayur, wortel. Akan tetapi penduudk di Desa Tosari masih menanam umbi-umbian untuk makanan pokok mereka. Belandapun membawa bibit kentang dan sayur mayur dari negeri Belanda dan mengajarkan kepada penduduk Tosari untuk menanam kentang dan sayur mayur.
Ketika Belanda masuk di Desa Tosari, Belanda membangun hotel-hotel untuk dijadikan sebagai penginapan ketika ada wisatawan. Dan kemudian Belanda membawa pekerja-pekerja dari luar, dari sinilah pendatang-pendatang baru datang dan tinggal di Desa Tosari. Suku Tunggur mulai bercampur dengan orang-orang luar suku mereka. Akan tetapi Suku Tengger tetap mau menerima orang-orang luar suku mereka dan hidup dengan rukun.
Pendatang-pendatang baru tersebut menganut agama serta kepercayaan yang berbeda dengan yang dianut dan dipercayai oleh Suku Tengger, akan tetapi mereka selalu saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Meskipun pendatang-pendatang baru memiliki kepercayaan dan agama yang berbeda dengan Suku Tengger, akan tetapi mereka di anggap sebagai bagian dari Suku Tengger yang harus melaksanakan adat-istiadat serta kebudayaan Tengger. Di Desa Tosari terdapat 3 agama yang berbeda, yaitu agama hindu, islam, kristen. Bagi yang mempercayai adat-istiadat Tengger, mereka wajib untuk melaksanakan budaya-budaya Tengger yaitu Karo dan Kasada yang diperingati setiap tahun.
Hubungan antara sejarah Desa Tosari dengan terbentuknya masyarakat pertanian sangat erta sekali kaitannya. Desa tosari pada zaman dahulu adalah hutan lebat yang kemudian dibabat lalu dijadikan sebagai pemukiman. Desa Tosari adalah desa yang kaya akan mata air sehingga tanahnya subur dan bagus untuk dioleh dan dijadikan sebagai tempat mencari penghasilan.

Bagitulah sejarah ringkas asal mula Desa Tosari dan terbentuknya masyarakat pertanian, yang kesemuanya itu saling berhubungan erat kaitannya.

PENUTUP
Desa Tosari mayoritas dihuni oleh masyarakat asli Suku Tengger, namun terdapat pula pendatang yang tinggal di Desa Tosari. Suku Tengger tergolong unik, karena masih kental adat-istiadat dan kebudayaannya. Suku Tengger termasuk terbuka terhadap masyarakat diluar sukunya, sebagai bukti adalah pendatang-pandatang baru yang tinggal di Desa Tosari, meskipun mereka bukan penduduk asli Desa Tosari dan bukan masyarakat asli Suku Tengger, namun mereka bisa hidup rukun dan damai tanpa ada konflik di antara mereka.
Pendatang baru umunya menganut agama dan kepercayaan yang berbeda, akan tetapi antara Suku Tegger dengan pendatang-pendatang baru saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Meskipun berbeda agama dan kapercayaan, pendatang-pendatang baru tersebut sudah di anggap sebagai bagian dari Suku Tengger, sehingga mereka harus mengikuti adat-istiadat dan kebudayaan Suku Tengger. Kebudayaan Suku Tengger diantaranya adalah kebudayaan Karo dan Kasada, dan diperingati setiap satu tahun sekali.
Pada tahun 2010 ditemukan bahwa Karo sudah diperingati 1181x, itu artinya Desa Tosari sudah berdiri sejak lama. Pernyataan tersebut diperkuat dengan adanya prasasti dengan tulisan bahwa di Desa Walandit dipenanja’an Gunung Bromo sudah dihuni oleh masyarakat yang disebut dengan hulun-hulu ning hyang yang artinya adalah masyarakat yang taat dan patuh pada Sang Hyang dan Raja, sehingga dibebaskan dari pajak denagn tugas selalu mendoakan keselamatan kerajaan. Masyarakt tersebut masih lugu sehingga disebut dengan masyarakat hola-hola.
Desa Tosari dulunya adalah hutan lebat, lalu Kiweryosari yang merupakan pendatang pertama melakukan babat alas dan menjadikannya sebagai pemukiman untuk dirinya dan anak cucunya. Desa Tosari disebut dengan julukan TUYOKOYO atau artinya adalah kaya mata air dan apabila dikelola akan menghasilkan uang. Masyarakatpun mengelolanya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sehingga sejarah Desa Tosari berhubungan erat dengan terbentuknya masyarakat pertanian Suku Tengger.














DAFTAR PUSTAKA

Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian, Gajah Mada University Pers, Jogjakarta, 1999

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Sejarah Daerah Jawa Tengah, CV Dwi Jaya Karya, Jakarta, 1994

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Sejarah Daerah Jawa Barat, CV Dwi Jaya Karya, Jakarta, 1994

Idrus, Muhammad. Metode Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif Dan Kuantitatif Edisi Kedua, Erlangga, 2009

Departemen Pendidikan Nasional, Budaya Masyarakat Suku Bangsa Minangkabau Di Kabupaten Pasaman Propinsi Sumatera Barat, PD SYUKRI, Sumatera BARAT, 2000
1 Mbah Siddiq selaku sesepuh Desa Tosari. Wawancara ini diambil pada tanggal 3 maret 2012 pukul 11.00 dikediaman Mbah Siddiq di Desa Tosari

2 Mbah Siddiq selaku sesepuh Desa Tosari. Wawancara ini diambil pada tanggal 3 maret 2012 pukul 11.00 dikediaman Mbah Siddiq di Desa Tosari

3Panca Lima Duwur Witutur merupakan pedoman hidup Suku Tengger yang wajib untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari

4 Bapak Subin salah satu warga Desa Tosari. Wawancara ini diambil pada tanggal 1 maret 2012 pukul 19.00 dikediaman P.Subin Asmoro di Desa Tosari

5 Bapak Subin salah satu warga Desa Tosari. Wawancara ini diambil pada tanggal 1 maret 2012 pukul 19.00 dikediaman P.Subin Asmoro di Desa Tosari

6 Mbah Siddiq selaku sesepuh Desa Tosari. Wawancara ini diambil pada tanggal 3 maret 2012 pukul 11.00 dikediaman Mbah Siddiq di Desa Tosari

7 Bapak Subin salah satu warga Desa Tosari. Wawancara ini diambil pada tanggal 1 maret 2012 pukul 19.00 dikediaman P.Subin Asmoro di Desa Tosari

1 comment:

  1. jadi kangen masa2 itu, masa2 kumpul sama sahabat2 sosiologi pertanian

    ReplyDelete